Oleh: Anggara Wahyu Adhari, S.ST., M.S.E. (Anggota PCM Pandeglang)
Sebuah negara kecil yang menjadi musuh bersama umat Islam di seluruh penjuru dunia, siapa lagi kalau bukan Israel. Negara dengan jumlah penduduk 9,4 juta jiwa di tahun 2024 ini (hampir sama dengan jumlah penduduk Provinsi Lampung di tahun 2024), memiliki perekonomian yang sangat kuat. Hampir dikatakan tidak ada negara di sekelilingnya yang mau “bersahabat” dengan negara ini ditambah lagi sektor pertanian dan industri mereka juga tidak maju, tetapi mengapa perekonomian mereka tetap kuat?
Pada tahun 2009, Israel bahkan menghabiskan lebih dari lima persen dari Produk Domestik Bruto (PDB)-nya hanya untuk impor energi. Ketergantungan pada energi impor ini membuat Israel rentan terhadap gangguan pasokan dan tekanan harga dari negara-negara lain. Namun, meski dengan semua tantangan ini, Israel telah berhasil membangun perekonomian yang sangat maju, dengan output ekonomi sepuluh kali lebih besar dibandingkan rata-rata negara tetangganya, bahkan lebih tinggi dari beberapa negara maju seperti Kanada, Jerman, Prancis, dan Inggris.
Pada awal tahun 1980-an, Israel mengalami inflasi tahunan yang sangat tinggi, mencapai lebih dari 350 persen. Situasi ini menyebabkan mata uang Israel, syikal lama, hampir kehilangan nilainya, sehingga masyarakat lebih memilih untuk menggunakan mata uang asing seperti Dolar AS. Hal ini menciptakan masalah baru karena pemerintah tidak memiliki kendali penuh atas perekonomian domestik.
Dalam menghadapi situasi tersebut, pada tahun 1985, pemerintah Israel memperkenalkan mata uang baru yang disebut syikal baru, bersama dengan rencana stabilisasi ekonomi. Rencana ini terdiri dari beberapa langkah utama: (1) pemerintah mengurangi pengeluaran, (2) memberikan independensi kepada bank sentral, dan (3) membiarkan nilai mata uang domestik turun di pasar internasional. Kebijakan ini bertujuan untuk mengendalikan inflasi dan mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap mata uang lokal. Meskipun langkah ini berisiko meningkatkan inflasi sementara, pemerintah Israel berhasil menstabilkan perekonomian dalam waktu lima tahun.
Pada akhir tahun 1980-an, inflasi di Israel telah kembali ke tingkat yang lebih wajar, dan perdagangan dalam negeri sebagian besar kembali menggunakan mata uang lokal. Langkah-langkah ini akhirnya memungkinkan Israel untuk sepenuhnya memanfaatkan potensinya. Pada tahun 1987, PDB per kapita Israel mencapai sekitar 9.000 dolar AS (sekitar 142,8 juta rupiah) sama dengan hampir separuh dari PDB per kapita Amerika Serikat saat itu. Namun, dalam tiga dekade berikutnya, Israel berhasil memperkecil kesenjangan ekonomi dengan negara-negara maju dan menjadi salah satu ekonomi terkaya di dunia.
Keberhasilan ini menjadi studi kasus bagi banyak ekonom yang tertarik untuk memahami bagaimana Israel bisa bangkit dari kondisi ekonomi yang buruk dan membangun perekonomian yang kuat di tengah keterbatasan yang ada. Israel telah mencapai sejumlah terobosan penting yang membentuk fondasi perekonomiannya saat ini. Salah satu terobosan besar pertama adalah penemuan sumber daya alam lepas pantai. Sebelum itu, negara ini sangat bergantung pada impor energi. Dengan adanya sumber daya ini, Israel mampu mencapai swasembada energi.
Selain itu, Israel juga menikmati manfaat dari industri pariwisata. Sebagai rumah bagi banyak situs keagamaan penting bagi berbagai agama, negara ini biasanya menyambut lebih dari empat juta wisatawan setiap tahun. Kedatangan wisatawan yang hampir sebanding dengan setengah dari total penduduk ini menghasilkan pendapatan devisa yang signifikan serta menciptakan banyak lapangan kerja di negara berpenduduk kurang dari 10 juta orang. Meskipun demikian, industri pariwisata hanya menyumbang sekitar dua persen dari total PDB Israel.
Sumber daya terbesar Israel sebenarnya adalah penduduknya yang sangat berpendidikan dan inovatif. Negara ini menginvestasikan dua kali lipat lebih banyak untuk penelitian dan pengembangan dibandingkan dengan negara-negara maju lainnya, seperti Amerika Serikat. Kebijakan ini memungkinkan Israel membangun industri yang bernilai tambah tinggi, termasuk industri semikonduktor dan sistem persenjataan canggih. Selain itu, Israel juga mengimpor berlian mentah yang kemudian dipotong dan dijual sebagai perhiasan dengan harga yang lebih tinggi.
Seperti halnya Korea Selatan yang sukses berkat perusahaan globalnya, Israel juga memiliki banyak perusahaan yang berkontribusi besar terhadap perekonomian, meskipun sebagian besar bergerak di bidang yang tidak berfokus pada konsumen. Industri pertahanan Israel memainkan peran penting, meskipun lebih kecil dari segi skala dibandingkan dengan raksasa seperti Samsung di Korea Selatan.
Selain itu, Israel juga berhasil menarik banyak perusahaan internasional dari Eropa dan Amerika Utara untuk mendirikan fasilitas manufaktur dan pusat penelitian di negara tersebut. Tingginya tingkat inovasi di Israel bahkan memberi Tel Aviv julukan “Silicon Wadi” yang menunjukkan posisinya sebagai pusat inovasi teknologi yang setara dengan Silicon Valley di Amerika Serikat.
Semua keberhasilan ini tidak diraih dengan mudah. Israel membangun fondasi industrinya melalui program pemerintah yang mendorong investasi di industri menjanjikan. Sebagai contoh, pemerintah Israel mengadopsi pendekatan hibrida untuk menarik investor swasta dengan menawarkan konsesi pajak besar dan pinjaman tanpa bunga. Investor tetap mempertaruhkan dana mereka sendiri, tetapi insentif ini membuat Israel menjadi tempat yang menarik untuk berbisnis.
Pada 1990-an, strategi ini diperluas untuk menyerap tenaga kerja berpendidikan tinggi yang datang dari Uni Soviet yang bubar, termasuk ilmuwan, insinyur, dan dokter. Ini menambah kekuatan kerja yang sangat terampil, memperkuat ekonomi Israel di sektor teknologi tinggi.
Saat ini, Israel telah menghadapi berbagai tantangan, namun tetap berhasil menjadi salah satu ekonomi paling makmur di dunia. PDB Israel saat ini mencapai $488 miliar, menjadikannya ekonomi terbesar ke-29 di dunia dengan PDB per kapita sekitar $52.000. Meskipun stabilitas Israel sering terpengaruh oleh isu geopolitik, negara ini tetap menarik bagi investor global. Pertumbuhan ekonominya yang stabil dan industri berteknologi tinggi membuat Israel berada di papan atas peringkat ekonomi global. Meskipun kita semua tahu itu semua mereka bangung di tanah jajahan di atas penderitaan rakyat Palestina. Namun, dengan mempelajari kekuatan musuh juga bagian yang penting di dalam strategi “peperangan” di masa depan.