Oleh: Endang Yusro
(Kepala SMA Muhammadiyah, Pengurus ICMI Orwil Banten dan Pengurus IGSS PLPG Indonesia)
Aral melintang, hambatan dan gangguan yang silih berganti – tiada henti yang dihadapi Rasulullah Muhammad Saw. dalam berdakwah merupakan satu sebab yang melatarbelakangi Peristiwa Isra Mi’raj. Peristiwa ini merupakan salah satu mukjizat yang Allah Swt. berikan kepada Nabi Muhammad Saw. sebagai penghormatan dalam mengemban tugas Kerasulan. Jikapun ada pendapat yang mengatakan sebagai pelipur lara sepeninggal orang-orang yang dikasihinya Siti Khadijah (istri) dan Abu Thalib (paman) adalah hal lain di luar pembahasan ini.
Menggunakan sebagai mukjizat Nabi Saw, karena Isra Mi’raj merupakan perjalanan ke langit ketujuh yang terjadi dalam satu malam. Perjalanan supranatural ini ditandai sebagai tonggak penting dalam penanggalan Islam. Peristiwa Isra Mi’raj mengandung banyak hikmah yang kita rasakan hingga saat ini. Melalui peristiwa ini melahirkan perintah sholat wajib 5 waktu bagi umat muslim. Sebelumnya waktu yang diberikan 50 kemudian 40, 30, 20, 15, 10, hingga akhirnya berdasarkan lobi Nabi Muhammad Saw kepada Sang Maha Kuasa dari hasil jajak pendapat rekan sesama nabi sebelumnya hingga akhirnya menghasilkan shalat hanya 5 waktu.
Sejumlah saran jumlah waktu yang disampaikan oleh para nabi sebelumnya merupakan analisis akan kemampuan masing-masing umat yang dibimbingnya. Kekuatan fisik umat manusia semakin baru semakin berkurang. Hal ini yang menjadi dasar permohonan sang Nabi kepada Allah Swt. untuk mengurangi jumlah waktu shalat yang diberikan kepada umatnya hingga sampai batas minimal. Dan adanya komunikasi, transaksi, sumbang saran dari para nabi, belum lagi perjalanan cepat dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha lalu ke Sidratul Muntaha yang ditempuh kurang dari semalam ini merupakan awal kemajuan umat manusia.
Isra Mi’raj merupakan peristiwa penting yang mendorong umat Islam untuk membangun peradaban yang mengedepankan perdamaian, keadilan, toleransi, dan persamaan. Peristiwa ini mengajarkan prinsip perdamaian, negosiasi, kasih sayang, kekhawatiran kepada umatnya yang tidak akan kuat melakukan shalat lebih dari 5 waktu.
Isra Mi’raj mengajarkan muslim untuk tidak meniadakan (baca, menghancurkan) kemajuan yang sudah ada, namun justru mengajarkan untuk menyempurnakan yang sudah ada. Peristiwa Isra Mi’raj mengajarkan kepada muslim agar menjadi rahmatan lil ‘alamin. Berdasarkan literasi, peristiwa Isra Mi’raj memiliki beberapa sudut pandang, diantaranya pertama, perspektif agama: 1) perintah shalat langsung dari Tuhan; 2) adanya kedekatan antara Nabi Saw. dengan Tuhannya; dan 3) meningkatkan keimanan dan ketaqwaan.
Kedua, perspektif spiritual: 1) pengalaman spiritual Nabi Saw. sebagai bekal untuk umatnya; 2) koneksi antara Rasulullah Saw. dengan alam semesta; dan 3) membersihkan jiwa dari dosa dan kelemahan. Ketiga, perspektif sosial: 1) kesatuan umat, yaitu mengingatkan kita tentang pentingnya kesatuan umat Islam, dan mengajarkan kita untuk meningkatkan ukhuwah Islamiyah; 2) keadilan sosial, yaitu Isra Mi’raj menekankan pentingnya keadilan sosial, dan mengingatkan kita tentang tanggung jawab kita untuk membantu orang lain: dan 3) pengembangan masyarakat, yaitu Isra Mi’raj dapat menjadi inspirasi bagi pengembangan masyarakat, dengan meningkatkan kualitas hidup dan mengembangkan potensi individu.
Keempat, perspektif filsafat: 1) konsep ruang dan waktu, yaitu mengajarkan kita tentang pentingnya memahami dimensi ruang dan waktu secara spiritual; 2) konsep realitas, yaitu menunjukkan bahwa realitas tidak hanya terbatas pada dunia fisik, tetapi juga mencakup dimensi spiritual; dan 3) Konsep Kebenaran, yaitu Isra Mi’raj mengajarkan kita tentang pentingnya mencari kebenaran, dan mengingatkan kita bahwa kebenaran tidak hanya terbatas pada pengetahuan duniawi.
Substansi Isra Mi’raj (Shalat) sebagai Sumber Peradaban
Setidaknya ada 3 peristiwa penting dalam sejarah Islam Berkemajuan (baca, Peradaban Islam). Jika perjalanan hijrahnya Nabi Muhammad Saw. menjadi tonggak sejarah kaum muslimin, Haji Wada menandai penguasaan kaum muslimin atas kota suci Mekah. Isra Mi’raj menjadi puncak perjalanan seorang hamba (makhluk) menuju Sang Pencipta (khalik). Peristiwa ini merupakan perjalanan menuju kesempurnaan bathin. Para sufi menganggapnya sebagai perjalanan meninggalkan bumi yang rendah menuju langit yang tinggi.
Peristiwa ini penting bagi umat muslim sebagai inspirasi untuk membangun Islam Berkemajuan. Isra Mi’raj merupakan perjalanan spiritual Nabi Muhammad Saw. ke langit ketujuh dalam satu malam. Beberapa alasan yang menjadi sumber inspirasi untuk membangun Islam berkemajuan adalah: pertama, Isra Mi’raj mengajarkan prinsip perdamaian, kasih sayang, tanggung jawab, dan keseimbangan.
Kedua, mengajarkan kepada manusia untuk mendayagunakan nikmat kehidupan, akal, kemerdekaan, dan iman. Dan ketiga, mengajarkan untuk membangun kemajuan yang berbasis pada ilmu pengetahuan dan ketakwaan. Hikmah lain dari Isra Mi’raj. Allah Swt. memperlihatkan tanda-tanda kebesaran-Nya. Peristiwa ini juga mengukuhkan kedudukan Nabi Muhammad Saw. sebagai nabi terakhir yang di dalamnya mengandung inti dari Isra Mi’raj, yaitu perintah untuk mendirikan shalat.
Shalat merupakan media berkomunikasi antara manusia dengan Allah Swt. Shalat juga merupakan salah satu ibadah yang penting dalam Islam. Makna shalat sebagai landasan Islam Berkemajuan adalah sebagai media untuk membersihkan dosa, mencegah perbuatan keji dan mungkar, serta membangun hubungan dengan sesama manusia.
Menurut Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Agung Danarto pada Jumat (17/1) menyampaikan bahwa shalat merupakan kewajiban yang mesti diejawantahkan oleh segenap umat Islam. Karena shalat menjadi distingtif dari manusia satu dengan yang lainnya. Lebih jauh sang Ketua mengatakan, “Garis batas yang membedakan antara hamba dengan orang kafir adalah meninggalkan shalat. Sehingga karenanya secara kualitatif shalat menjadi sesuatu hal yang sangat penting sekali.”
Sementara dalam Kajian Tauhid Muslimah Universitas Djuanda, Dr. Hj. R. Siti Pupu Fauziah yang menjabat Direktur Eksekutif Yayasan Pusat Pendidikan Amaliah Indonesia, mengatakan bahwa shalat yang dilakukan dengan khusyuk akan membentuk pribadi muslim terhindar dari perbuatan buruk. “Bacalah kitab (Al Qur’an) yang telah diwahyukan kepadamu (Muhammad) dan laksanakanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar. Dan (ketahuilah) mengingat Allah Swt. (shalat) itu lebih besar (keutamaannya dari ibadah yang lain). Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan,” (QS. al-Ankabut: 45).
Shalat dapat mendidik seorang muslim menjadi pribadi yang disiplin, menghargai waktu dengan sebaik-baiknya, melatih diri untuk menjadi pribadi yang kuat (tidak cengeng) dalam menghadapi masalah. Hal ini jika melihat pada fenomena Gen Z yang lebih mengedepankan intelegensi sementara bermental lemah. Allah berfirman, “Sesungguhnya manusia diciptakan untuk bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat, yang mereka itu konsisten mengerjakan shalatnya,” (QS. al-Ma’arij: 19–23)
Akhirnya, penulis mengutip hadis Rasulullah Saw. yang berisi perintah untuk melaksanakan shalat sebagai inti dari Isra Mi’raj agar Allah Swt. mengangkat derajat, menjadikan umat beradab (berkemajuan) di antara umat lainnya. “Hendaknya engkau memperbanyak sujud kepada Allah. Karena engkau tidak sujud kepada Allah satu kali, melainkan Allah akan mengangkatmu satu derajat dan menghapuskan satu kesalahan dari dirimu.” (HR. Muslim dari Tsauban)”.
This article highlights an important reflection on how the Isra Mi’raj was not just about divine intervention but also about emotional healing for the Prophet Muhammad (Saw). It shows how faith is intertwined with both personal trials and spiritual elevation.
While the Isra Mi’raj is often discussed for its spiritual meaning, the way the post links it to the Prophet’s personal losses adds a layer of depth that’s often overlooked. It’s inspiring to think about how even in moments of grief, faith can elevate one’s purpose.
It’s insightful to view Isra Mi’raj not only as a divine miracle but also as a moment that provided the Prophet with both spiritual and emotional healing. It gives a deeper understanding of the perseverance required in faith.
I appreciate how you highlighted Isra Mi’raj as more than just a miracle but as a pivotal moment in the Prophet’s journey. It’s fascinating to think of it as a source of spiritual fortification during such a challenging time.
The comparison of Isra Mi’raj to a source of emotional healing after the Prophet’s personal losses really resonates. It makes the event even more meaningful to me, seeing it as a sign of compassion from Allah.
This article beautifully highlights the significance of Isra Mi’raj beyond its miraculous nature. It’s a reminder that every difficulty has a divine purpose, and resilience is key to progress.