Oleh: Endang Yusro
“Bacalah Al-Qur’an, karena ia akan datang pada hari Kiamat sebagai penolong bagi sahabatnya (orang yang senang membacanya),” (H.R. Muslim)
Kutipan berikut dari ulama besar kelahiran Damaskus Syria yang mempertajam hadis yang penulis kutip pada catatan Ramadhan ketiga 1445 H., “𝑆𝑒𝑠𝑒𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑎𝑘𝑎𝑛 𝑚𝑒𝑚𝑏𝑒𝑟𝑖𝑘𝑎𝑛 𝑟𝑎ℎ𝑎𝑠𝑖𝑎𝑛𝑦𝑎 𝑘𝑒𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑎𝑟𝑢 𝑑𝑖𝑘𝑒𝑛𝑎𝑙𝑛𝑦𝑎. 𝐵𝑒𝑔𝑖𝑡𝑢 𝑗𝑢𝑔𝑎 𝐴𝑙-𝑄𝑢𝑟’𝑎𝑛, 𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑎𝑘𝑎𝑛 𝑚𝑒𝑚𝑝𝑒𝑟𝑙𝑖ℎ𝑎𝑡𝑘𝑎𝑛 𝑟𝑎ℎ𝑎𝑠𝑖𝑎𝑛𝑦𝑎 𝑘𝑒𝑐𝑢𝑎𝑙𝑖 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑚𝑒𝑟𝑒𝑘𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑢𝑑𝑎ℎ 𝑏𝑒𝑟𝑠𝑎ℎ𝑎𝑏𝑎𝑡 𝑙𝑎𝑚𝑎 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛𝑛𝑦𝑎,” (𝐌𝐚𝐡𝐢𝐫 𝐇𝐚𝐬𝐚𝐧 𝐀𝐥-𝐌𝐮𝐧𝐚𝐣𝐣𝐚𝐝).
Beberapa mufassir mengatakan bulan Ramadhan bukan bulan puasa, namun bulannya Al-Qur’an (Syahrul Qur’an).
Baginya puasa merupakan sebuah ritual dalam rangka menyambut peristiwa besar turunnya Al-Qur’an.
Sesuatu yang sengaja Allah SWT. turunkan sebagai Petunjuk (hudan) bagi umat manusia. Maka kemudian ada yang mengatakan Al-Qur’an sebagai aktor utama di Bulan Ramadhan.
Jika demikian, lalu siapa yang tidak mau berteman dengan seorang aktor dalam kehidupannya terlebih aktor tersebut yang bisa menolongnya, menjadi syafaat terhindar dari api neraka kelak di akhirat?
“Bacalah Al-Qur’an. Karena ia akan datang pada hari kiamat kelak sebagai pemberi syafa’at bagi sahabat-sahabatnya,” (HR. Riwayat Muslim)
Dan pada momentum Ramadhan ini, penulis mengajak pada pribadi dan pembaca untuk menjadikan Al-Qur’an sebagai sahabat sejati, karena ketika Al-Qur’an sudah menjadi sahabat sejati dalam kehidupan kita tentu kita akan membuatnya merasa istimewa.
Berdasarkan sumber yang penulis baca banyak cara untuk bisa mengistimewakan Al-Qur’an agar menjadi sahabat sejati dalam hidup.
Berikut cara memperlakukan Al-Qur’an sebagai sahabat sejati, Pertama, melafalkannya atau membacanya.
Membaca Alquran merupakan cara yang paling awal untuk bisa menjadikan Al-Qur’an sebagai sahabat sejati dalam kehidupan kita.
Aktivitas ini dengan melakukan rutinitas yang disusun secara sistematis dalam mengalokasikan waktu untuk bisa membaca Alquran. Rasulullah SAW bersabda:
“Bacalah Alquran, sesungguhnya ia akan datang pada hari kiamat menjadi pemberi syafaat bagi orang-orang yang bersahabat dengannya,” (HR Muslim)
Kedua, menghafalkannya. Kegiatan ini dapat menjadikannya sebagai sahabat sejati yang terpatri dalam hati dan tertera dalam jiwa.
Menjadikannya sebagai pedoman hidup, karena ia ternyata merupakan satu-satunya kitab suci yang mudah dihafal di antara kitab samawi lainnya.
Sebagaimana Allah S.W.T. berfirman: “Dan sesungguhnya telah kami mudahkan Alquran untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran itu?” (Q.S. al-Qamar: 17)
Ketiga, mentadaburinya yaitu berusaha mengkaji dan memahami ayat demi ayat yang dibacanya.
Dalam hal ini Imam Jalaluddin as-Suyuthi dalam kitabnya Al-Itqan fi Ulum Al-Qur’an menjelaskan bahwa disunnahkan membaca Al-Qur’an dengan tadabbur.
Tadabbur, yaitu 🙏🏼berusaha merenungkan kandungan maknanya dan tafahum, yaitu berusaha memahami kandungan maknanya.
Keempat, mengamalkannya. Merupakan langkah terakhir setelah melalui ketiga proses sebelumnya.
Langkah ini pun yang menjadi ukuran seorang hafidz/hafidzah berhasil atau tidaknya menjadikan Al-Qur’an sebagai sahabatnya.
Seorang hafidz/hafidzah tidak saja dapat menjaga hafalan setiap ayat yang telah dibacanya, namun juga menjaga setiap perbuatannya dari perbuatan tercela.
Keduanya saling berhubungan, karena jika mengabaikan salah satunya, maka akan merusak hafalannya. Dan menjadikan Al-Qur’an sebagai sahabat sejati akan menjadi sia-sia.
Demikian catatan Ramadhan-ku, Wallahu a’lam bish-shawab.