Oleh : Rudi Edogawa
Hutang menumpuk, pahala bertambah namun dosa belum teradili. Sepenggal lautan rasa tafakur yang terbingkai dalam tadzakur. Tingkah pola insan-insan para penakluk seribu bulan di dalam i’tikah di siang hari dan berpuasa di malam hari. Udara malam ini terasa sejuk, bintang-bintang semua tersenyum dan terposana di puncak malam ganjil di bulan suci Ramadhan. Melihat para malaikat turun ke bumi membuka gerbang pintu malam seribu bulan. Tak terasa puasa Ramadhan sudah berada dipenghujung dalam pensucian jiwa. Tangis kebahagiaan dan kenikmatan seluruh makhluk hidup ciptaanNya masih diberikan kesempatan menyelami samudera Malam Kemuliaan. Ini puncak kebahagiaan.
Kemenangan Milik Siapa
Menahan rasa lapar dan dahaga, bulan penuh berkah, sholat taraweh, berbuka puasa dan sahur serta seabrek agenda kegiatan lainnnya merupakan aktivitas selama bulan suci Ramadhan. Bulan penuh dengan kecanggihan beribadah yang tersistem dan terkondisikan. Dan bulan Ramadhan juga bulan penuh kasih sayang, ampunan dan pembebasan dari api neraka Apalagi bulan Ramadhan di dalamnya terdapat bulan kemuliaan yang diburu para “Sang Penakluk Malam Seribu Bulan” semakin mantap dan luar biasa saja.
Perjalanan puasa Ramadhan satu bulan menjadi kawah candradimuka bagi insan-insan yang beriman. Puasa Ramadhan juga merupakan kalibrasi dan validasi dalam melaksanakan ibadah untuk menghadapi 11 bulan berikutnya.
Hari ini semua berbahagia merasakan kenikmatan kegembiraan bersama keluarga dan sanak saudara dalam samudera Ied Mubarak. Kakek Nenek, Emak Bapak, Om Tante, Kakak adek, orang tua sampai yang balita saling maaf memaafkan. Tiga fase bulan Ramadhan yang sudah terlaksanakan dan masuk riyoyoan/lebaran melahirkan tiga hikmah/komponen, antara lain :
✓ Ampunan Dosa.
✓ Bersilaturahim.
✓ Berbagi.
Perubahan di era touchscreen mengubah mindset percepatan dalam bersilaturahim termasuk bersalaman saling bermaaf-maafan. Makanan dan kue-kue lebaran akhirnya hanya sebagai hiasan belaka dikarenakan bermaafan tidak sampai ada obrolan hangat. Orang-orang tergesa-gesa mudik dan berkunjung ke saudaranya masing-masing. Point penting dari lebaran adalah mengambil dari “Energi Idul Fitri” penuh dengan keberkahan.
Selamat membangun silaturahim dan berbagi kebahagiaan.
Kami sekeluarga mengucapkan selamat :
Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1446 H
Taqabbalallohu Minna wa Minkum shiyaamanaa washiyaamakum taqabbal ya Kariim
Mohon Maaf Lahir Bathin
Rudi Edogawa & keluarga
Bangil, 30 Maret 2025
Tulisan ini berhasil menangkapKomentar Blog Ramadhan esensi spiritualitas Ramadhan, terutama dalam menggambarkan suasana malam ganjil yang penuh harap dan refleksi. Saya tersentuh oleh penggambaran i’tikaf dan perenungan jiwa yang terasa begitu personal namun juga universal. Memang, Lailatul Qadar bukan hanya soal waktu, tapi tentang kesiapan hati menyambut cahaya-Nya.
Menarik bagaimana penulis mengaitkan antara beban dunia seperti hutang dan dosa dengan peluang pengampunan di malam Lailatul Qadar. Ini jadi pengingat bahwa di tengah keletihan hidup, masih ada cahaya harapan dari rahmat-Nya yang tak terbatas.
Tulisan ini begitu puitis dan reflektif—menggambarkan suasana malam Lailatul Qadar dengan nuansa spiritual yang mendalam. Saya setuju bahwa di penghujung Ramadhan, momen tafakur menjadi sangat penting untuk menyelami kembali hubungan kita dengan Sang Pencipta. Semoga kita semua diberi kesempatan meraih malam seribu bulan itu dengan hati yang bersih dan jiwa yang tenang.
I love how this piece brings to life the deep spiritual significance of Lailatul Qadar. The contrast between our worldly struggles and the promise of divine rewards really resonates with me. It’s a beautiful reminder to stay grounded during the last days of Ramadhan.
The way you describe Lailatul Qadar as a time for reflection and spiritual purification really resonates. It’s a reminder of how powerful these sacred moments can be in transforming our hearts and minds.
The way you captured the serenity of Ramadan, especially during Lailatul Qadar, was really moving. It’s such a reminder to slow down and focus on the deeper, often overlooked, moments of connection with the Divine. I think many of us can relate to the powerful sense of peace that comes during the last ten days of Ramadan.
Reading this felt like stepping into a quiet night of i’tikaf—serene yet heavy with meaning. A gentle reminder that the final moments of Ramadhan are more than just rituals.
Tulisan ini benar-benar menyentuh—menggambarkan suasana Lailatul Qadar dengan bahasa yang puitis dan penuh perenungan. Saya suka bagaimana penulis mengaitkan proses i’tikaf dan tadzakur sebagai bagian dari perjalanan menyelami malam seribu bulan, memberi kita dorongan untuk lebih hadir secara spiritual di penghujung Ramadhan. Semoga kita semua diberi kesempatan untuk merasakan tetesan berkah Lailatul Qadar tahun ini.