
Menyikapi isi sambutan Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof. Dr. K. H. Haedar Nashir, M.Si dalam acara Pengkajian Ramadhan PP Muhammadiyah di UMJ, 06 Ramadhan 1446 H, Ketua umum menekankan bahwa Muhammadiyah konsisten menyuarakan islam wasatiyah.
Dalam dunia yang semakin kompleks dan penuh polarisasi, konsep Islam moderat atau Islam Wasatiyah menjadi relevan untuk merajut harmoni. Muhammadiyah, sebagai salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia, telah lama mengusung prinsip ini melalui gerakan pembaruan yang berlandaskan keseimbangan. Tulisan ini mengulas penguatan bagaimana Muhammadiyah menerapkan Islam Wasatiyah dalam praktik keagamaan dan sosial.
Memahami Islam Wasatiyah
Istilah Wasatiyah berasal dari Quran (QS. Al-Baqarah: 143), di mana umat Islam disebut sebagai ummatan wasatan (komunitas pertengahan). Konsep ini menekankan keseimbangan antara aspek spiritual dan duniawi, tradisi dan modernitas, serta penghindaran ekstremisme. Wasatiyah bukanlah jalan kompromi, tetapi prinsip keadilan, kebajikan, dan kesederhanaan yang menjadi inti ajaran Islam.
Muhammadiyah: Sejarah dan Visi Moderasinya
Semua tahu Muhammadiyah didirikan pada 1912 oleh KH Ahmad Dahlan, Muhammadiyah lahir sebagai respons terhadap stagnasi umat Islam di masa kolonial. Visinya menggabungkan pemurnian akidah (tajdid) dengan pembaruan sosial melalui pendidikan dan pelayanan kesehatan. Pendekatan ini mencerminkan Wasatiyah: menjaga autentisitas ajaran sambil merespons tantangan zaman.
Pilar Wasatiyah Muhammadiyah
- Pendidikan dan Pencerdasan
Muhammadiyah memiliki ribuan sekolah, pesantren, dan universitas yang mengintegrasikan ilmu agama dengan sains modern. AUM seperti Universitas Muhammadiyah Tangerang (UMT) menjadi contoh bagaimana tradisi keislaman berdialog dengan teknologi dan ilmu sosial, mendorong pemikiran kritis tanpa mengikis nilai agama, dengan mengakomodir mahasiswa Kristen melalui Komunitas Mahasiswa Kristen UMT. - Pelayanan Sosial Inklusif
Rumah sakit, panti asuhan, dan program pemberdayaan ekonomi Muhammadiyah melayani semua kalangan tanpa diskriminasi. Ini mencerminkan prinsip Wasatiyah: beramal nyata untuk kemanusiaan sebagai bentuk ibadah. - Ijtihad Kontekstual
Muhammadiyah aktif melakukan reinterpretasi (ijtihad) terhadap teks keagamaan untuk menjawab isu kontemporer, seperti lingkungan, kesetaraan gender, dan bioetika. Fatwa tentang donor organ atau larangan plastik sekali pakai menunjukkan komitmen pada maslahat (kebaikan bersama). - Menolak Ekstremisme
Bersama Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah konsisten mengecam radikalisme dan kekerasan atas nama agama. Melalui Majelis Tarjih, mereka mengedukasi masyarakat tentang Islam yang ramah, menekankan rahmatan lil ‘alamin (menjadi berkah bagi semesta). - Dialog Agama dan Sains
Muhammadiyah mendorong umat untuk melihat sains sebagai sarana memahami ayat-ayat kauniyah (tanda Tuhan di alam). Konferensi internasional tentang Islam dan sains sering digelar untuk memadukan iman dengan kemajuan teknologi.
Tantangan dan Respons
Di tengah arus globalisasi dan polarisasi ideologi, Muhammadiyah menghadapi tantangan seperti penyebaran paham radikal dan dekadensi moral. Responsnya antara lain:
- Memperkuat pendidikan karakter berbasis Al-Quran dan Pancasila.
- Menggalakkan gerakan literasi digital untuk melawan hoaks dan ujaran kebencian.
- Berkolaborasi dengan pemerintah dalam program deradikalisasi.
Kesimpulan
Islam Wasatiyah Muhammadiyah adalah bukti bahwa moderasi bukanlah kelemahan, tetapi kekuatan untuk menjaga relevansi agama di segala zaman. Dengan prinsip keseimbangan, organisasi ini terus menjadi pionir dalam membumikan nilai-nilai Islam yang inklusif, progresif, dan berkeadaban. Di tangan Muhammadiyah, Wasatiyah bukan sekadar wacana, tetapi aksi nyata untuk Indonesia dan dunia yang lebih harmonis.
DESRI ARWEN
Petugas Muhammadiyah
The idea of Islam Wasatiyah, as articulated by Muhammadiyah, is more relevant than ever. In a world where division often seems to dominate, promoting moderation could play a significant role in fostering peace and unity.
Konsep Islam Wasatiyah memang penting sekali, apalagi dalam era digital yang penuh dengan polarisasi. Muhammadiyah memberi contoh konkret bagaimana nilai-nilai moderat bisa diterapkan dalam kehidupan sosial.