Judul itu jelas tafsirnya banyak. Tergantung dari sudut mana melihatnya. Apalagi di persyarikatan Muhammadiyah yang orang pintarnya sangat banyak. Bukankah makin pintar orang makin merasa berhak memberi tafsir ala kulli hal?
Konon telisik sejarahnya diksi berkemajuan sudah digaungkan jadul oleh KHA Dahlan. Dalam bahasa jawa : “dadio wong islam sing kemajon”..jadilah orang islam yang maju.
Tentu konteksnya itu terucap di jaman penjajahan. Orang Islam Nusantara terjajah. Ciri utamanya miskin dan bodoh, dll. Perlu dimajukan. Menjadi kaya dan pintar. Lalu merdeka. Berdaulat. Itu kira kira substansi Islam berkemajuan jaman KHAD dulu. Lalu didirikan sekolah. Juga rumah sakit dan panti panti sosial.
Kalau kredo Islam berkemajuan disampaikan saat ini konteksnya apa? Masihkah relevan? Apakah umat Islam masih tertinggal? Apakah kebodohan dan kemiskinan masih menjadi isu utama umat Islam?
Kalau yang menjawab aktivis gerakan Islam, pasti jawabannya YES. Penjajahan fisik seperti dulu mungkin sudah tidak ada. Tapi penjajahan model baru tidak kalah ngerinya. Penjajahan ekonomi, politik, budaya, dll dalam berbagai bentuknya terjadi. Ketimpangan ekonomi sosial makin hari makin melebar saja jaraknya. Begitulah kira kira konklusi mudahnya.
Above all. Islam berkemajuan itu harus. Nabi tercinta telah mencontohkan. Jahilyah menjadi madaniyah. Misi Islam sendiri jelas pembebasan. Minadzulumat ila an nur. Dari gelap menuju terang. Dari umi menjadi terdidik. Dari jumud menjadi cerdas. Kalau diteruskan… Dari miskin menjadi kaya. Dari abal abal menjadi berkualitas. Bukankah itu substansi bekermajuan?
Islam for rahmatan lil alamin itu kan tafsir ekonominya Islam yang bisa diekspor? Syaratnya bisa diekspor simpel. Harus berkualitas. Barang abal abal tidak mungkin bisa diekspor. Untuk konsumsi dalam negeri saja tidak akan laku. Islam berkemajuan dan umat Islam yang maju tentulah yang akan laku diekspor. Syaratnya simpel jelas. Musti terbukti kompetitif dan relevan dalam pasar peradaban dunia.
Mas Dr Agung Danarto dari PP Muhammadiyah saat membuka rakerwil di PWM Banten (19/6/23) menyampaikan bahwa Islam berkemajuan tidak hanya dalam tataran ajaran keagamaan tetapi juga harus dalam tataran praktek keagamaan. Biyuh biyuh angel tenan to kuwi? Tidak mudah bukan? Karena secara teori jelas antara idealitas dan realitas selalu berjarak.
Itulah PR besar pegiat persyarikatan. Islam sebagai ajaran is made by Allah. Clear. Perfect. No argument. Tapi prakteknya by human. Al insanu mahalul khoto wan nisyan. Manusia tempatnya salah dan lupa. Sampai modar kata arek suroboyo. Manusia tidak akan bisa sempurna dalam beragama. Tapi faktanya PCIM tumbuh di seantero dunia. Bisakah dimaknai peradaban dunia menerimanya? Meski diksinya masih bisa belum pasti. Anyhow optimisme harus terus ditancapkan. No need to be pesimistic lah.
Kembali ke laptop. Jadi islam berkamajuan yang hendak tuan dan puan jual itu apa? Mungkin untuk saat ini jawabannya kira kira begini..
Lihatlan jualannya..barangnya sangat bagus, orisinil, berkualitas tinggi. Kontennya sangat istimewa. Al islamu yaklu wala yukla alaihi. Itu Islamnya. Umat islamnya?
Jangan lihat penjualnya dulu. Penjualnya sedang terus berbenah, bersolek tiada henti menuju berkemajuan. AUM2 nya tak lelah berfastabiqul khoirat menjadi berkualitas. Ujungnya warga persyarikatan harus punya karakter world class society kalau sudah berani mengklaim Islam berkemajuan, itu kata Mas Agung Danarto. Semoga.
Allahu A’lam bishowab

Hery Kustanto (LHKI)