Oleh : Nasyaruddin, S.Si.,MPA

Judul ini disusun oleh penulis berdasarkan beberapa informasi yang diterima mengenai sikap dan keputusan Pimpinan Muhammadiyah baik di tingkat Pusat dan Wilayah Banten serta beberapa persoalan yang dihadapi di lingkungan Pengurus Daerah Muhammadiyah Kabupaten Pandeglang dan Cabang-Cabang di Kabupaten Pandeglang.
Informasi pertama mengenai Keputusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah menarik seluruh dananya dari Bank Syariah Indonesia yang merupakan Bank BUMN dan Bank Syariah terbesar di Indonesia. Menurut beberapa media pemberitaan, dana yang ditarik oleh Muhammadiyah dari BSI diatas satu triliun rupiah. Alasan penarikan dana milik Persyarikatan Muhammadiyah ini menimbulkan banyak spekulasi mengenai kinerja Bank BSI kedepan, isu pembentukan Bank Syariah milik Muhammadiyah dan sebagainya. Intinya Persyarikatan memiliki dana yang cukup besar dan kemungkinan menjadi satu-satunya organisasi masyarakat di Indonesia dengan kepemilikan dana yang fantastis.
Informasi kedua penulis dapatkan saat mengikuti pengajian bulanan Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kabupaten Pandeglang dengan narasumber dari Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Banten yang merupakan salah satu pimpinan di Universitas Muhammadiyah Tangerang (UMT). Narasumber memberikan informasi mengenai sejarah pendirian kampus UMT tidak hanya dengan iuaran jamaah tetapi juga pinjaman dari Bank. Pinjaman dari Bank dianggap lebih efektif dalam jumlah dana, transparasi, tanggung jawab dan sebagainya dibandingkan menunggu iuaran atau sedekah jamaah terkumpul.
Informasi ketiga penulis rasakan langsung bagaimana sulitnya memperoleh dana iuran dari jamaah untuk pembangunan atau renovasi serta pengurusan dokumen administrasi aset amal usaha Muhammadiyah. Termasuk laporan keuangan Koperasi Jamaah Muhammadiyah yang ternyata beberapa jamaah masih sulit untuk memenuhi kewajiban dalam pembayaran kewajiban. Sedikit berbeda ketika ada tawaran kerjasama bisnis dari pihak luar ke jamaah Muhammadiyah yang bersifat profit maka dana yang dikeluarkan tentunya optimal bahkan maksimal.
Melihat beberapa kasus tersebut jika disusun sebuah model rencana bisnis maka sangat dimungkinkan Persyarikatan Muhammadiyah memiliki lembaga-lembaga keuangan baik untuk investasi maupun keuangan untuk menghimpun dana dari jamaah yang bersifat profitable bukan sedekah yang selama ini selalu didorong oleh para Alim Ulama Muhammadiyah.
Bisa saja Pimpunan Pusat Muhammadiyah mengumpulkan dana dari jamaah untuk pembangunan amal usaha Muhammadiyah di seluruh wilayah berdasarkan data dari seluruh Pimpinan Ranting, Pimpinan Cabang, Pimpinan Daerah dan Pimpinan Wilayah. Misalkan menurut data, diperlukan pendirian 100 SD/MI, 80 SMP/MTs, 50 SMA/MA, 30 SMK, 8 PTM, 10 RS PKU, 30 Apotek, 50 Masjid, 100 Toko, 1000 Hektar lahan untuk perkebunan, pertanian dan peternakan. Semua program itu disusun taksiran nilainya ditemukan perkiraan 20 Triliun Rupiah.
Jika mengikuti model Kontrak Investasi Kolektif (KIK) seperti Mutual Fund/Reksadana, ETF (Exchange Traded Fund) atau REITs (Real Estate Investment Trust)/ DIRE (Dana Investasi Real Estate), Efek Beragun Aset (EBA) yang ditawarkan oleh Manajer Investasi dalam bentuk unit penyertaan maka setiap jamaah Muhammadiyah bahkan investor lain bisa membeli satu unit penyertaan senilai Rp. 2000/unit. (Simulasi nilai aset Rp.20.000.000.000.000 dibagi 10.000.000.000 unit penyertaan).
Dana yang dihimpun dari jamah atau investor langsung dikelola oleh Manajer Investasi (Manajer Investasi milik Muhammadiyah atau bekerjasama dengan Lembaga Manajemen Investasi lain) langsung didistribusikan ke program-program atau proyek-proyek yang sudah disusun dalam sebuah portofolio investasi. Pada posisi ini Muhammadiyah tidak meminjam uang dari Bank tetapi meminjam kepada jamaahnya sendiri dan investor lain.
Karena skemanya adalah pinjaman tentunya tugas Persyarikatan Muhammadiyah mengembalikan dana investasi para jamaah. Jika disesuaikan dengan sistem Kontrak mengikat dalam waktu (terhitung pinjaman dapat dicairkan dalam waktu 5 tahun) maka jika ada jamaah yang membutuhkan dana diluar waktu kesepakatan dapat menjual unit penyertaannya kepada jamaah atau investor lainnya.
Nahdlatul Ulama (NU) telah menjalin kerjasama dengan Ciptadana Asset Management meluncurkan produk reksa dana Cipta NUsantara Syariah Berimbang. Beberapa Universitas seperti Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Universitas Gadjah Mada (UGM) juga telah menjalin kerjasama dengan Lembaga Investasi untuk menyusun reksadana. Berbeda dengan Muhammadiyah dimana portofolio asetnya bukan di Pasar Keuangan seperti deposito, obligasi atau saham maka bisa dimungkinkan dalam bentuk lain karena dasar investasinya adalah aset-aset properti.
Upaya tersebut dilakukan untuk meningkatkan partisipasi jamah lebih optimal dalam membangun Amal Usaha Muhammadiyah yang dimana manfaatnya dapat langsung dirasakan baik oleh jamaah Muhammadiyah maupun masyarakat umum lainnya. Program Investasi Kolektif juga membuat pilihan bagi Pimpinan Muhammadiyah atau Amal Usaha mendapatkan alternatif dana selain pinjaman dari Bank. Selain itu jamaah Muhammadiyah juga memiliki tabungan atau investasi yang produktif yang sewaktu-waktu dapat dicairkan dan digunakan untuk kebutuhan lainnya. Sadar akan dana iuran dari sesekah yang tidak optimal maka beberapa alternatif pengumpulan dana dapat diusahakan oleh Pimpinan Muhammadiyah agar program-program pembangunan amal usaha Muhammadiyah dapat berjalan sesuai target dan rencana yang hasil akhirnya untuk meningkatkan kualitas kehidupan seluruh umat. Dari Muhammadiyah untuk Indonesia.