Oleh : Nasyaruddin, S.Si.,MPA

Dalam suatu diskusi mengenai pengelolaan zakat, penulis pernah menyampaikan gagasan mengenai bagaimana caranya agar setiap anggota terutama donatur dan muzaki yang menitipkan dananya ke Lazismu mendapatkan manfaat? Memang gagasan tersebut menjadi kontroversi karena persoalan “NIAT” bahwa siapapun yang bersedekah, infak dan zakat maka Lillahi ta’alaa tanpa ada maksud tujuan yang duniawi.
Penulis ingin mencoba menjelaskan bahwa tujuan Zakat, Infaq dan Sedekah harus terlihat hasilnya secara nyata bukan sekedar menjadi pahala yang dijanjikan oleh Allah SWT. Pada suatu diskusi mengenai isu kemiskinan ada seorang Narasumber yang menginformasikan bahwa semakin banyak jumlah Lembaga atau Institusi menghimpun dana ummat dengan nilai yang triliunan tapi mengapa kemiskinan masih saja besar?
Di media sosial banyak yang memviralkan kondisi seseorang seperti seorang anak yatim piatu yang harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, seorang lansia yang masih berkerja untuk menyambung hidup, keluarga miskin yang sakit parah tanpa ada penanganan kesehatan dan sebagainya. Postingan tersebut berujung pada gerakan penghimpunan atau penggalangan dana untuk membantu mereka.
Ketika seseorang sakit kemudian didapatkan dana untuk biaya pengobatannya maka pertanyaannya sampai kapan dana tersebut dapat digunakan sampai yang bersangkutan sembuh? Begitu juga seorang anak yang terpaksa menjadi tulang punggung keluarga bagaimana cara agar yang bersangkutan tetap bisa sekolah namun orang-orang yang menjadi tanggungannya tetap bisa tertangani?
Sampai pada suatu pertanyaan penulis bagaimana dengan nasib para donatur dan muzakki dan keluarganya apabila muzakki tersebut mengalami masalah kesehatan atau mungkin mengalami musibah kecelakaan sehingga tidak bisa lagi menjadi donatur atau bahkan tidak mampu lagi menjadi tulang punggung keluarga. Lantas bagaimana nasib muzakki dan keluarganya?
Penulis berimajinasi seandainya saja para muzakki yang konsisten menitipkan dananya ke Lazismu mendapatkan “Kompensasi” yaitu mendapatkan jaminan kesehatan dan perawatan intensif di Rumah Sakit Milik Muhammadiyah atau dengan Rumah Sakit umum lain yang telah bekerjasama, mendapatkan jaminan kecelakaan untuk menjamin dirinya dan keluarganya hingga jaminan kematian bagi keluarga yang ditinggalkan.
Penulis pikir sampai saat ini soal kompensasi bagi muzakki masih diabaikan oleh lembaga dan institusi pengelola ZIS. Apakah pengurus Lazis sempat menyapa muzakki dan keluarganya? Pantaskah Lazis mengundang para muzakki dan keluarganya untuk sekedar temu muka bahkan mengadakan acara yang bersifat kekeluargaan? Penulis pikir Lazis itu milik semua yang terlibat didalamnya termasuk para muzakki serta muzakki atau donatur memiliki hak dalam menentukan rencana kegiatan dan penyaluran dana Lazis.
Pada Perusahaan komersil tertutama yang telah berstatus sebagai Perusahaan terbuka yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) secara rutin mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) untuk membahas hasil kinerja usaha pada tahun lalu dan rencana kerja tahun berikutnya. Begitu juga dengan anggota Koperasi melaksanakan Rapat Anggota Tahunan (RAT) untuk melakukan evaluasi kinerja tahun lalu dan rencana kerja tahun kedepan. Mengapa pada Lazis tidak melibatkan para muzakki yang sebenarnya sebagai “Pemilik Utama” Lazis untuk bersama-sama menentukan rencana kerja Lazis serta menanamkan rasa kebersamaan, kekeluargaan dan saling memiliki Lazis tersebut.
Peristiwa penyimpangan dan penyelewengan dana oleh pengelola yang terjadi pada salah satu Lazis Nasional seharusnya menjadi pelajaran berharga bahwa sampai saat ini muzakki tidak pernah dilibatkan sebagai bagian dari Lazis tersebut dan hanya dijadikan sebagai mesin ATM saja.
Penulis sebagai warga Muhammadiyah sangat berharap agar Lazismu dapat menjadi institusi yang dipercaya bahkan menjadi milik ummat sepenuhnya. Penulis membayangkan seandainya saja Lazismu dapat bekerjasama dengan beberapa Institusi seperti Asuransi dan Rumah Sakit hingga lembaga pendidikan dan sosial sebagai bagian dari rencana member manfaat bagi Muzakki akan sangat baik. Betapa nyamannya donatur menitipkan dananya ke Lazismu.
Boleh saja penulis berpromosi kepada orang lain kalau menitipkan dananya ke Lazismu maka akan dapat jaminan asuransi kesehatan, kecelakaan dan jiwa. Bahkan memungkinkan anak-anak kita mendapat beasiswa ke Sekolah, Pesantren atau Perguruan Tinggi Muhammadiyah. Bahkan jika kita wafat, keluarga kita minimal istri atau anak yang masih usia sekolah mendapatkan bantuan yang cukup.
Sampai saat ini penulis hanya mendapatkan pelajaran hak-hak kaum miskin terhadap orang kaya, kriteria orang-orang yang pantas menerima bantuan dari Baitul Maal serta janji Allah SWT terhadap orang-orang yang menunaikan zakat memberikan sedekah dan infak. Mungkin saja gagasan penulis tersebut memang tidak sesuai bahkan menyimpang dari dalil-dalil yang popular mengenai zakat,infak dan sedekah.
Penulis hanya ingin menyampaikan gagasan bahwa obyek Lazis bukan sekedar orang miskin yang ada saat ini tapi juga mencegah orang-orang yang semulanya berkecukupan dan menjadi pembayar zakat justru menjadi penerima zakat bahkan yang memprihatinkan tidak menerima bantuan sama sekali dari Lazis yang dahulu dipercaya untuk menitipkan dananya.

Penulis merupakan Pengurus Muhammadiyah Kecamatan Bojong dan PDM Kabupaten Pandeglang