(Catatan Jelang Sidang Isbat 1 Syawal 1446)
Oleh: Endang Yusro
“Apapun hasilnya semoga yang terbaik untuk Umat dan Bangsa ini! Saya yakin semua atas Kehendak-Nya. Meminta disamakan waktunya belum tentu elok, karena bisa jadi perbedaan adalah yang terbaik.” (E.Y.)
Bantenmu.co. Petikan komentar penulis di atas mengawali catatan akhir pekan sepuluh hari terakhir Ramadhan 1446 H. menanggapi postingan seorang Guru Besar Fakultas Syari’ah Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. H. A. Tholabi Kharlie, S.H., M.H.
Prof. Tholabi atau biasa disapa Kang Abie pada grup penulis memposting Agenda Sidang Isbat yang memuat jadwal sidang, yaitu Sabtu 29 Ramadan 1446 H. yang bertepatan dengan 29 Maret 2025 M.
Rangkai agenda sebelum Sidang Isbat panitia mengadakan Seminar Posisi Hilal dengan keterangan terbuka untuk umum & live streaming di channel YouTube Bimas Islam TV.
Setelah itu melaksanakan acara inti, Sidang Isbat dengan keterangan, tertutup untuk umum. Dan agenda yang bertempat di Auditorium Rasjidi Kemenag RI tersebut diakhiri dengan Konferensi Pers Penetapan 1 Syawal 1446 H. dengan keterangan.
Begitu informasi melalui flyer dari sang Guru Besar di GWA Penulis yang kemudian penulis coba mengolahnya dengan keterbatasan menjadi sebuah data sebagaimana rincian alur agenda Sidang Isbat di atas. Jika kurang atau lebih mengenai olahan data mohon maaf, karena itu keterbatasan penulis.
Telaah Hadis Perbedaan diantara Umatku adalah Rahmat
Selamat menjalankan Agenda Sidang Isbat 1 Syawal 1446 H. kepada Kementerian Agama Republik Indonesia beserta jajaran dan perangkat undangan, semoga menghasilkan yang terbaik untuk Bangsa ini.
Menyikapi pernyataan penulis pada awal tulisan ini, “Apapun hasilnya semoga yang terbaik untuk Umat dan Bangsa ini! Saya yakin semua atas Kehendak-Nya. Meminta disamakan waktunya belum tentu elok, karena bisa jadi perbedaan adalah yang terbaik.”
Kemudian mengaitkan dengan hadis Rasulullah Saw. yang diriwayatkan al-Baihaqi, berbunyi “Perbedaan pendapat para sahabatku adalah rahmat bagi kalian.” Kita lebih sering mendengarnya, perbedaan antara umatku adalah rahmat (اختلاف أمتي رحمة).
Meski beberapa ulama mengatakan hadis tersebut lemah, seperti as-Suyuthi dalam kitabnga al-Jami’ ash-Shaghir, mengatakan “Barangkali hadis ini telah dikeluarkan oleh sebagian kitab para imam yang belum sampai kepada kita.” Menurutku ini sangat jauh. (As Silsilah Adh Dhaifah, 1/141/57).
Kemudian dalam kitabnya yang lain Dhaiful Jami’ No. 230, beliau mengatakan bahwa hadis ini maudhu’ (palsu). Syaikh al-Albani dalam as-Silsilah adh-Fhaif, No. 59 juga menyatakan bahwa hadits ini palsu.
Adanya sangkalan dari beberapa ulama terhadap kesahihan hadis perbedaan adalah rahmat mendukung pendapat jika perbedaan adalah rahmat, maka persatuan adalah azab. Walau para salafushaleh tidak bermaksud seperti itu.
Namun demikian, perkataan bahwa “Perbedaan pendapat diantara umatku adalah rahmat” secara ma’nawi tidak mutlak salah, karena dalam tataran dan jenis tertentu, perbedaan memang membawa kebaikan, minimal masih bisa ditoleransi.
***
Lalu, bagaimana dengan Sidang Isbat yang acap kali menuai kontroversi karena seringkali menghasilkan keputusan yang berbeda.
Memang dilema Pemerintah dalam memutuskan hasil Sidang Isbat. Kesetiaan dan keadilan dipertaruhkan. Setiap tahun menjadi kelaziman permasalahan yang acap kali terjadi dalam peristiwa ini.
Potensi perbedaan mengancam setiap keputusan Sidang Isbat setiap tahunnya karena adanya perbedaan pendapat dalam menentukan awal bulan Hijriyah, yaitu hisab dan ru’yat
Hisab adalah perhitungan secara matematis dan astronomis untuk menentukan posisi bulan dalam menentukan dimulainya awal bulan pada kalender Hijriyah. Metode ini dipakai oleh Muhammadiyah dan Ormas lain yang mengikutinya.
Sementara Ru’yat adalah menentukan awal bulan dengan mengamati visibilitas hilal, penampakan bulan sabit yang tampak pertama kali setelah terjadinya ijtimak (konjungsi).
Oleh karena menggunakan cara yang berbeda, maka sekali lagi potensi adanya perbedaan akan lebih berpeluang. Kecuali adanya upaya “bijak” Pemerintah melalui Kementerian Agama agar tercipta suasana yang kondusif dan kondisional.
Selama ini, di Era Pemerintahan yang sudah berjalan Pemerintah lebih berpihak hanya pada Ormas yang menggunakan metode Ru’yat, disinyalir karena yang menjadi Menteri Agamanya dari golongan pemegang metode tersebut.
Namun, untuk Idulfitri 1446 H. ini diperkirakan akan berbarengan seperti juga awal Ramadan yang semula diperkirakan berpotensi berbeda namun akhirnya sama.
Dalam hal ini, Menteri Agama Nasarudin Umar memperkirakan Hari Raya Idulfitri 1446 Hijriah tahun ini akan berbarengan antara pemerintah dan ormas Islam lainnya.
Menurut Nasaruddin, hal ini dikarenakan ketinggian hilal diperkirakan masih belum akan terlihat pada tanggal 30 Maret 2025, sehingga Idulfitri diperkirakan juga akan kembali berbarengan dengan Muhammadiyah pada 31 Maret 2025. Menutup catatan jelang Sidang Isbat Idulfitri 1446 H. ini, penulis berharap semoga keputusan pemerintah lebih objektif, syukur-syukur serempak. Namun jikapun harus berbeda lebih mengedepankan objektivitas kajian. “Qulil haqqa walau kana murran” (قُلِ الْحَقَّ وَإِنْ كَان) itu memang berat, tapi indah pada akhirnya. Wallahu a’lam bish-shawab.